Rabu, 10 September 2014

Desa Sejuta Cerita dan Harapan



Hari Senin tanggal 14 Juli, akhirnya kami (BL-19) menempati 4 Desa di Kecamatan Blahbatuh. Awalnya, ketika sudah sampai Pulau Bali ini pun kami yang berjumlah 29 orang belum tahu menahu secara pasti akan ditempatkan dimana. Maklum, kami KKN utusan LPPM langsung sehingga bisa dibilang semuanya serba on the spot.
                Dari keempat Desa di Kecamatan Blahbatuh, lokasi sub unit saya berada di Desa Pering. Dari namanya, saya mengira Desa ini banyak dengan pohon bambu (pring dalam bahasa Jawa berarti Bambu). Namun kenyataannya tidak seperti itu, Desa Pering tidak sesunyi dan sengeri bayangan saya. Ditambah lagi pondokan kami terletak di SD Negeri 1 Pering, kesan angker pun hilang karena setiap harinya kami didatangi dan dihibur oleh siswa-siswi yang menyenangkan. Warga Desa Pering juga menunjukkan sikap keramah-tamahannya pada saya, sehingga ada perasaan nyaman dan aman saat pertama kali jumpa.
                Masa observasi yang berjalan di minggu pertama, selain untuk identifikasi permasalah di desa, kami habiskan untuk berkenalan dan mencoba beradaptasi dengan kebiasaan Orang Bali yang mungkin di luar kebiasaan kami. Beberapa karakter orang Bali yang berhasil saya tangkap seperti tidak suka berbasa-basi, to the point yang berbeda dengan orang Jawa dengan sikapnya yang pekeweuh atau tidak enakan. Masyarakat Bali begitu mencinta warisan budaya para leluhur, terbukti dari adat dan tradisi yang tidak luntur digerus oleh kemajuan zaman. Anak-anak, remaja bahkan para orang tua masih dengan rajin belajar tarian tradisional dan gamelan. Mereka dengan kesadarannya masing-masing, menyempatkan waktu untuk tidak hanya bekerja dan sembahyang, namun belajar melestarikan budaya. Kondisi yang sulit sekali saya temukan di Pulau Jawa.
                Berangkat dengan tema Rehabilitasi Pantai, kami memulai segala kegiatan yang berhubungan dengan pantai dan segala macam isinya. Namun ada beberapa kegiatan yang kami lakukan karena permintaan dari desa maupun sekolah yang merupakan pondokan kami selama 1,5 bulan ini. Saya berharap bidang ilmu yang saya ambil di kehutanan dapat sejalan dengan tema rehabilitasi pantai. Karena seharusnya KKN adalah ajang untuk mengetahui apa yang sebenarnya ada di lapangan, bukan hanya sekedar menghafal teori. Jika bukan karena KKN, saya yakin apa yang saya dapat di bangku kuliah pastilah akan menguap seiring berjalannya waktu, seperti spiritus yang lama dibiarkan terbuka begitu saja.
Idealnya, keberhasilan dari kegiatan KKN haruslah memberdayakan masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesadaran sehingga ada tindakan nyata dalam membangun desa. Sesuai pengalaman selama 1,5 bulan ini, dalam mengajak masyarakat untuk turut serta dalam mewujudkan bersama program kerja tidaklah semudah  harapan. Diperlukan upaya adaptasi agar masyarakat mau dan bersedia secara sukarela datang dan membantu. Awalnya kami sedikit kesulitan memulai berbaur dengan masyarakat, namun moment 17-an di tiap banjar berhasil mengakrabkan kami dengan masyarakat sekitar.
Menurut saya, KKN bukanlah soal terpenuhi JKEM minimal yang disyaratkan oleh LPPM, namun bagaimana mahasiswa dapat bersosialisasi dengan masyarakat dalam mewujudkan tujuan bersama. KKN bukanlah soal terselesaikannya RPK,LRK, I1, I2, U1 maupaun U2, namun bagaimana 24 jam yang kita miliki dalam sehari dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. KKN bukan hanya soal 3 sks yang kami pertaruhkan di masa akhir kuliah, namun bagaimana mahasiswa tua seperti saya bisa melihat langsung apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat.
Setelah sesampainya di Jogja, kenangan yang akan terus saya ingat adalah keramahan orang-orang Bali dalam menerima orang baru. Mereka tanpa pamrih selalu membantu, seperti misalnya Bapak Wayan, Bapak Pinda, Bapak Ketut, Bapak Janu, Dewi yang dengan gratis memberikan dan meminjamkan beberapa alat yang mereka miliki untuk kami. Serta ibu-ibu dari Banjar Pering, Banjar Pinda, Banjar Sema, Banjar Tojan, Banjar Patolan yang tidak bisa disebut satu per satu. Para remaja Desa Pering yang tergabung di Saka Truna Truni (STT) dan anak-anak ajaib SD Negeri 1 Pering yang tanpa bosan selalu datang menengok ke pondokan. Ketut, Tubi, Anto Tuyul, Dek Na, Kadek Mas, Sumber, Widi Restu, Tutdi, Antony, Wayantara, Wadi, Mangde, Agus, Diana, Aryasih, Yuma, Mangiya, Putri Devi, Kadek Via, Mantrian, Ade, Kadek Ari, Eka, Yude dan lain-lain.
Sulit sekali rasanya meninggalkan rumah kedua saya saat diharuskan pulang ke Jogja. Begitu berat meninggalkan anak-anak yang menangis ketika akan ditinggal pergi dan warga Desa Pering yang penuh harap pada anak KKN agar terus meraih cita-cita dan kesuksesan. Saya sudah menganggap mereka sebagai keluarga baru yang melengkapi dan mewarnai kegiatan KKN menjadi lebih hidup dan bermakna. Terima kasih semua untuk pengalaman luar biasa yang telah kalian berikan selama 59 hari di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
Selepas KKN ini, saya berharap agar warga Desa Pering lebih berani menatap dunia ke depan, teruslah bangkit dan  bermimpi membangun desa yang lebih sejahtera. Paculah anak-anak dari usia dini untuk terus berkarya tanpa lelah, ukirlah prestasi setinggi mereka bisa dan doronglah mereka untuk mengutamakan pendidikan agar bisa mengejar mimpi-mimpi besar. Bila ada kesempatan untuk kembali menengok rumah kedua saya, semoga apa yang saya harapkan dapat terwujud. Sampai jumpa Desa Pering, sampai jumpa di lain waktu. Tetaplah terselimuti oleh kehangatan dan keramahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar