Masih belibet dan diksi yang nggak sebaik penulis lain. Yaaah just improve my skill to keep writing and doing another activities except acomplished all my holly report :D
Akan
Dibawa Kemana UU No. 5 Tahun 1990 Tentang KSDHE?
Telah
disadari bersama bahwa negara Indonesia sangatlah kaya akan berbagai sumber
daya alam, termasuk keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya. Keanekaragaman
hayati tersebut mencakup keanekaragaman spesies, keanekaragaman antar spesies
dan keanekaragaman ekosistem yang berasal dari berbagai sumber, termasuk di
antaranya daratan, lautan, dan
ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian
dari keanekaragamannya.
Sumber
daya alam yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia tersebut disadari suatu
ketika akan habis dan punah jika pengelolaannya dilakukan secara tidak lestari
dan berkelanjutan.
Oleh
karena itu diperlukan pengembangan kawasan konservasi yang ditujukan untuk
mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga
dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia serta adanya benteng terakhir untuk menjada plasama nutfa di dalamnya.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melindungi kepunahan spesies yang
terjadi secara alami akibat terjadinya disharmoni yang menyebabkan kerusakan
lingkungan.
Perubahan
yang cepat pada lingkungan selama 20 tahun terakhir telah menyebabkan
konservasi sumber daya hayati dan ekosistem di Indonesia yang diselenggarakan
dalam UU No.5 Tahun 1990 tentang Keanegaraman Alam Hayati dan Ekosistemnya
tidak berjalan secara efektif, oleh karena itu perlu ada pernyempurnaan. Di
dalam UU No. 5 Tahun 1990 ini diatur mengenai pengelolaan sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya serta pemanfaatannya agar dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan persediaanya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati dan nilainya. Undang-undang ini
menentukan pula kategori atau kawasan suaka alam dengan ciri khas tertentu,
baik didarat maupun diperairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengamanan keanekaragaman satwa langka, serta ekosistemnya.
Namun
pelaksanaan yang terjadi di lapangan tidak seutuhnya berjalan sesuai
Undang-undang yang berlaku. Hal tersebut dikarenakan munculnya berbagai
permasalahan baru, misalnya kurangnya
partisipasi dari masyarakat untuk turut serta dalam pengelolaan konservasi di
tingkat jenis, genetik dan ekosistem akibat aturan yang terlalu rigid dalam
melarang akses masyarakat ke dalam kawasan konservasi. Masyarakat dinilai telah
menyebabkan kerusakan berupa kepunahan
flora dan fauna langka di areal konservasi. Lalu kurangnya sinergi antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat terkait kepemilikan dan
pemanfaatan dari kawasan konservasi. Karena apabila luas dari kawasan
konservasi cukup luas dan pemanfaatannya dikelola langsung oleh Pemerintah
Pusat, maka Pemerintah Daerah dan masyarakat merasa tidak memiliki dan tidak
mendapat keuntungan dari kawasan konservasi tersebut.
Permasalahan
lain yang menjadi pertimbangan usulan perubahan UU No. 5 Tahun 1990 adalah
adanya potensi tambang yang berada di kawasan konservasi seperti emas, gas,
minyak bumi dan uranium. Rencana perubahan yang diusulkan berlandaskan pada
pelarangan semua akses pada untuk semua pihak yang menyebabkan eksistensi
kawasan konservasi justru menjadi common enemy yang menimbulkan berbagai
kontradiksi.
Banyak
kririkan yang mengarah pada substansi UU yang perlu disesuaikan dengan
perkembangan kekinian. Oleh karena itu Kemenhut melakukan sosialisasi draft
pengganti yang perlu dibahas tanpa mengurangi kelebihan yang telah ada sebelumnya.
Rencana perubahan UU No. 5 Tahun 1990 telah diusulkan oleh Sekretaris Dirjen
PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam), Hartono berupa draft rancangan
Undang-undang yang akan dikonsultasikan dan akan dirumuskan oleh Pemerintah. Namun
draft baru ini dinilai masih menyikapi ekosistem dengan setengah hati karena
terlalu berasumsi bahwa keanekaragaman hayati bisa berdiri sendiri tanpa
terkait dengan non hayati, padahal mestinya keduanya saling menetukan dalam
ekosistem.
Kelemahan dari RUU No. 5 Tahun 1990 ini dapat
dilihat dari inkonsistensi beberapa pasal, seperti Pasal 1 ayat 3 mengenai definisi Sumber Daya
Alam dan Hutan hanya menekankan pada komponen ekosistem hayati dengan
mengesampingkan peranan dari ekosistem sendiri. Pada pasal 1 ayat 4 definisi
konservasi keanekaragaman hayati hanya pada perlindungan, pengelolaan dan
pemanfaatan keanekaragam hayati yang seakan-akan terpisah dari ekosistem.
Melupakan fungsi konservasi sebagai alat kontrol budidaya serta melupakan peran
sumberdaya hutan sebagai penyumbang produk non hayati sebagai produk ekosistem,
misalnya adalah air.
Sebetulnya
banyak pihak yang kurang menyetujui rencana perubahan Undang-undang ini,
seperti Lembaga Swasaya Masyarakat (LSM) dan para penggiat konservasi yang mengkhawatirkan pada perubahan yang
terlalu longgar justru akan menurunkan efektivitas pengelolaan di dalam kawasan
konservasi. Ekosistem yang merupakan wadah interaksi antara spesies dan lingkungannya
akan dipisahkan dari unsur keanekaragaman hayati yang pada sejatinya hubungan antar
spesies di dalam kawasan hutan dengan lingkungannya tidak dapat berdiri sendiri
tanpa ada sebuah interaksi yang membentuk sebuah ekosistem.
Sebagai
pihak yang peduli terhadap perubahan yang terjadi dalam konteks kehutanan,
alangkah baiknya untuk tetap peka mengenai persoalan yang berkaitan dengan
keberlanjutan pengelolaan kawasan hutan. Harapan ke depan terkait adanya
perubahan atau tidak adanya perubahan
dalam UU No. 5 Tahun 1990 ini
adalah kelemahan-kelemahan dari Undang-undang dapat teratasi dengan sebuah
Undang-undang keanekaragaman hayati yang mampu menjamin terselenggaranya
konservasi pada tingkat genetik, jenis, dan ekosistem secara terintegrasi
sehingga tujuan konservasi berupa kelestrarian keanekaragaman hayati dan
kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara efektif. Hal ini dapat
diwujudkan dengan melindungi dan memulihkan
kualitas dan kuantitas keanekaragaman hayati baik di areal publik maupun
masyarakat, mewujudkan keseimbangan, keserasian, kebermanfaatan keanekaragaman
hayati bagi kesejahteraan yang berkelanjutan dengan memperhatikan penguatan
fungsi sosial, ekonomi, lingkungan, dan penguatan hak-hak masyarakat. Juga
dapat terciptanya harmonisasi peran para pihak antara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan konseervasi
keanekaragaman hayati (Dayu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar